BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di
era globalisasi ini, banyak para masyarakat dan khususnya bagi para
pelajar yang acuh tak acuh dengan sejarah Negara, apalagi sejarah paradaban Islam.
Dewasa ini mereka hanya memandang sejarah sebagai dongeng yang membosankan
untuk di dengar. Padahal, sejarah, apalagi sejarah peradaban Islam sangat
penting bagi mereka, mereka dapat mengambil pengetahuan diantaranya adalah
mengetahui “Kemajuan, Kemunduran dan Kebangkitan Dunia Islam di berbagai
Negara.
B. Rumusan Masalah
- Pada zaman dinasti apa saja kemajuan dunia Islam?
- Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kemunduran umat Islam?
- Bagaimana periodisasi kebangkitan Islam?
- Bagaimana Islam pada masa modern?
C. Tujuan Pembahasan
- Mengetahui sejarah kemajuan Islam.
- Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran umat Islam.
- Mengetahui periodisasi kebangkitan Islam.
- Mengetahui Islam pada masa modern.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Kemajuan Dunia Islam
1. Kemajuan Dunia Islam
a) Dinasti Umayah (661-750 M)
Bani
Umayah adalah keturunan Umayah bin Abdul Syams, salah satu suku Quraisy. Dalam
sejarah Islam Bani Umayah mendirikan dalam dua periode: Damascus dan Cordoba.
Dinasti umayah dimulai dengan naiknya Muawiyah sebagai khalifah pada tahun 661
M. Bani Umayah berhasil mengokohkan kekhalifahan di Damascus selama 90 tahun
(661 – 750).[1]
Penyebutan
”Dinasti” pada kekhalifahan Bani Umayah karena Muawiyah mengubah sistem suksesi
kepemimpinan dari yang bersifat demokratis dengan cara pemilihan kepada yang
bersifat keturunan.
Kemajuan-kemajuan
diberbagai bidang mulai diraih kekhalifahan Islam diantaranya adalah:
- Bidang ekspansi wilayah
- Bidang bahasa dan sastra Arab
- Bidang pembangunan fisik sarana prasarana penunjang kebudayaan dan pemerintahan seperti masjid-masjid, istana-istana peristirahatan.
Di
masa ini gerakan-gerakan ilmiyah telah berkembang pula, seperti dalam bidang
keagamaan, sejarah dan filsafat. Kekuasaan dan kejayaan Dinasti Bani
Umayah mencapai puncaknya di zaman al-Walid. Sesudah itu kekuasaan mereka
menurun.
Pada
awal abad ke-8 (720 M) sentimen anti-pemerintahan Bani Umayah telah tersebar
secara intensif. Kelompok yang merasa tidak puas bermunculan.
Gerakan
oposisi yang pertama-tama dinamakan Hasyimiyah dan kemudian Abbasiyah dipimpin
oleh Muhammad bin Ali. Gerakan ini mendapat dukungan terbesar dari orang-orang
khurasan. Di bawah pimpinan panglimanya yang tangkas, Abu Muslim al-Khurasani,
gerakan ini dapat menguasai wilayah demi wilayah kekuasaan Bani Umayah. Pada
Januari 750 Marwan II, Khalifah terakhir Bani Umayah, dapat dikalahkan di
pertempuran Zab Hulu, sebuah anak Sungai Tigris sebelah timur Mosul. Ia
kemudian melarikan diri ke Mesir. Sementara itu, pasukan Abbasiyah membunuh
semua anggota keluarga Bani Umayah yang berhasil mereka tawan. Ketika mereka
mencapai Mesir, sebuah kesatuan menemukan dan membunuh Marwan II pada Agustus
750. Maka berakhirlah kekuasaan Bani Umayah di Damaskus. Namun satu-satunya
anggota keluarga Bani Umayah, Abdurrahman (cucu Hisyam), berhasil meloloskan
diri ke Afrika Utara, kemudian menyeberang ke Spanyol. Disinilah selanjutnya ia
membangun kekuasaan Dinasti Bani Umayah yang baru dengan berpusat di Cordoba.
Penyebab runtuhnya Dinasti Bani Umayyah :
(a)
Mendapat perlawanan dari kaum Khawarij.
(b)
Mendapatkan pertentangan pula dari Talhah dan Zubeir dari Mekkah.
(c)
Pertentangan dari golongan Syiah.
(d)
Pertentangan tradisional antara suku Arab Utara dan suku Arab Selatan.
(e)
Persaingan antara kalangan anggota Dinasti Bani Umayyah.
(f)
Kehidupan mewah pihak istana, sehingga membuat anak-anak Khalifah kurang
sanggup memikul beban berat.
(g)
Munculnya Khalifah Bani Hasyim (satu cabang lain dari Quraisy). Bekerjasama
dengan kaum Syiah untuk melakukan serangan kepada Bani Umayyah.
Setelah
masa pemerintahan Bani Umayyah berakhir pemerintahan kemudian di pimpin oleh
Dinasti Bani Abbas (750 – 754 M ). Perbedaan antara kedua dinasti ini adalah,
kalau masa Bani Umayyah merupakan ekspansi daerah kekuasaan Islam, maka saat
dinasti Bani Abbas adalah masa pembentukan dan perkembangan kebudayaan dan
peradaban Islam.
b) Dinasti Abasiyah (750-1258 M)
Dinasti
Abbasiyah yang menguasai daulah (negara) pada masa klasik dan pertengahan
Islam. Pada masa pemerintahan Abbasiyah tercapai zaman keemasan Islam. Daulah
ini disebut Abbasiyah karena pendirinya adalah keturunan al-Abbas (paman Nabi
SAW) yakni Abu Abbas as-Saffah. Walaupun Abu Abbas adalah pendiri daulah ini,
pemerintahannya hanya singkat (750 – 754). Pembina daulah ini yang sebenarnya
adalah Abu Ja’far al-Mansur (khalifah ke-2). Dua khalifah inilah peletak
dasar-dasar pemerintahan Daulah Abbasiyah.
Para
sejarawan membagi Daulah Abbasiyah dalam lima periode;
Periode Pertama (132 H – 232 H / 750 M – 847 M)
Periode kedua (232 H – 334 H / 847 M – 945 M)
Periode ketiga (334 H – 447 H / 945 M – 1055 M)
Periode keempat (447 H – 590 H / 1055 M – 1199 M)
Periode kelima (590 H – 656 H / 1199 M – 1258 M)
c) Dinasti Umayah di Spanyol
(757-1492 M)
Di
belahan Barat (eropa) berdiri megah Khalifah Umayah di Spanyol dengan
sebelumnya tentara Islam pimpinan Thariq Ibnu Ziyad pada tahun 711 M
menaklukkan kerajaan Visigothic yang diperintah oleh raja Roderick. Dalam
memperluas wilayah kekuasaannya kekuatan Islam ini pada tahun 732 menyeberangi
pegunungan pirenia (perbatasan Perancis), dan pastilah akan mengubah sejarah
Eropa seandainya mereka tidak dikalahkan dengan menyedihkan sekali oleh Charles
Mortel atau yang sering dipanggil Karel Martel.
d) Dinasti Fatimiyah (919-1171 M)
Syahruddin
El-Fikriasa Kejayaan Islam (the golden age of Islam) ditandai dengan penyebaran
agama Islam hingga ke benua Eropa. Pada masa itulah berdiri sejumlah pemerintah
atau kekha-lifahan Islamiyah. Seperti dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fatimiyah,
Turki Utsmani dan Ayyubiyah.
Selain
penyebaran agama, kemajuan Islam juga ditandai dengan kegemilangan peradaban
Islam. Banyak tokoh-tokoh Muslim yang muncul sebagai cendekiawan dan memiliki
pengaruh besar dalam dunia peradaban hingga saat ini. Namun, setelah perebutan
kekuasaan dan kepemimpinan yang kurang fokus, akibatnya pemerintahan Islam
dikalahkan. Salah satunya adalah dinasti Fatimiyah.
Imperium
Ismailiyah yang didirikan oleh Ubaidillah al-Mahdi ini hanya mampu bertahan
selama lebih kurang dua setengah abad (909-1171 M). Ubaidillah al-Mahdi adalah
pengikut sekte Syiah Ismailiyah. Dinamakan sekte Ismailiyah, karena sepeninggal
Jafar As-Shadiq, anggota sekte Syiah Ismailiyah berselisih pendapat mengenai
sosok pengganti sang imam (Jafar as-Shadiq). Dan Ismail selaku putra Jafar yang
sedianya akan dijadikan pengganti, telah meninggal terlebih dahulu. Di saat
yang sama, mayoritas pengikut Ismailiyah menolak penunjukan Muhammad yang
merupakan putra Ismail. Padahal, menurut mereka masih terdapat sosok Musa
Al-Kazhim yang dinilai lebih pantas memegang tampuk kepemimpinan spiritual.
Maka
disaat itulah, tampil Abdullah atau Ubaidillah Al-Mahdi mengambil kepemimpinan
spiritual langsung (dari jalur Ali melalui Ismail). Bersama keluarga dan para
pengikutnya, Ismailiyah menyebar di wilayah Salamiyah, sebuah pusat kaum
Ismailiyah di Suriah. Maka pada tahun 297 H atau 909 M, ia dilantik menjadi
khalifah.
Pada
masa kepemimpinannya, pemerintahan Dinasti Fatimiyah berpusat di Maroko, dengan
ibukotanya al-Manshur-iyah. Dinasti Fatimiyah menjalankan roda pemerintahan di
Maroko selama 24 tahun yang di pimpin oleh empat orang khalifah, termasuk
Ubaidillah al-Mahdi. Tiga orang khalifah Dinasti Fatimiyah lainnya yang pernah
memerintah di Maroko adalah al-Qaim (322-323 H/934-946 M), al-Manshur (323-341
H/946-952 M), dan al-Muizz (341-362 H/952-975 M).
Maka
sejak saat itulah, dinasti Fatimiyah berhasil menjadi salah satu pusat
pemerintahan Islam yang disegani. Puncaknya, terjadi pada masa Al-Aziz (365-386
H/975-996 M). Ia adalah putra dari Al-Muizz yang bernakma Nizar dan bergelar
al-Aziz (yang perkasa). Al-Aziz, berhasil mengatasi persoalan keamanan di
wilayah Suriah dan Palestina. Bahkan, pada masanya ini pula, ia membangun
istana kekhalifahan yang sangat megah hingga mampu menampung tamu sebanyak 30
ribu orang. Tempat-tempat ibadah, pusat perhubungan, pertanian maupun industri
mengalami perkembangan pesat.
Sementara
dalam bidang pemerintahan, Khalifah al-Aziz berhasil meredam berbagai upaya
pemberontakan yang terjadi di wilayah-wilayah kekuasaannya. Dinasti ini dapat
maju antara lain karena didukung oleh militer yang kuat, administrasi
pemerintahan yang baik, ilmu pengetahuan berkembang, dan ekonominya stabil.
Namun setelah masa al-Aziz Dinasti Fatimiyah mengalami kemunduran dan akhirnya
runtuh, setelah berkuasa selama 262 tahun.
B. Kemunduran Dunia Islam
Kemundruan
umat Islam dalam peradabannya terjadi pada sekitar tahun 1250 s/d tahun
1500 M. Kemunduran itu terjadi pada semua bidang terutama dalam bidang
Pendidikan Islam. Di dalam Pendidikan Islam, kemunduran itu oleh sebagai
diyakini karena berasal dari berkembangnya secara meluas pola pemikiran
tradisional.[2]
Dunia
islam saat ini mempunyai luas wilayah mencapai sekitar 31,8 juta km atau 25%
dari seluruh luas dunia, dari Indonesia sebelah timur hingga sinegal sebelah
barat dan dari utara Turkestan hingga keselatan mozambik, dan jumlah kaum
muslimin lebih dari 1,3 miliyar orang.[3]
Tapi
kuantitas umat islam yang begitu besar belum di imbangi dengan kualitasnya,
sehimgga kondisi umat islam sangat tertinggal oleh dunia barat (Kristen).
Kelemahan
umat islam tersebut disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
- Umat islam kurang menjalankan akidah islam yang luas.
- Umat islam kurang melaksanakan hukum Allah.
- Umat islam kurang menerapkan amar ma’ruf nahi mungkar.
- Umat islam kurang menjalankan jihad.
- Umat islam telah terjebak dalam perbedaan-perbedaan internal ketamakanduniawi.
- Umat islam terlalu santai dan kurang memperhatikan kepentingan umat.
- Umat islam terpengaruh arus pemikiran barat yang merusak.
- Umat islam mengalami perpecahan dan pertikaian.
- Upaya keras non Islam dalam mengalahkan umat islam.[4]
Secara
garis besar umat islam mengalami kemunduran dikarenakan kurang memperhatikan
pelaksanaan ajaran agamanya dan dominasi Negara-negara barat dalam bidang
politik dan peradaaban. Menyadari kondisi yang demikian umat islam berusaha
bangkit untuk mengejar ketinggalan[5].
a) Krisis dalam Bidang Sosial
Politik
Awalnya
adalah rapuhnya penghayatan ajaran Islam, terutama yang terjadi dikalangan para
penguasa. Bagi mereka ajaran Islam hanya sekedar diamalkan dari segi
formalitasnya belaka, bukan lagi dihayati dan diamalkan sampai kepada hakekat
dan ruhnya. Pada masa itu ajaran Islam dapat diibaratkan bagaikan pakaian,
dimana kalau dikehendaki baru dikenakan, akan tetapi kalau tidak diperlukan ia
bisa digantungkan. Akibatnya para pengendali pemerintahan memarjinalisasikan
agama dalam kehidupannya, yang mengakibatkan munculnya penyakit rohani yang
sangat menjijikkan seperti keserakahan dan tamak terhadap kekuasaan dan
kehidupan duniawi, dengki dan iri terhadap kehidupan orang lain yang kebetulan
sedang sukses. Akibat yang lebih jauh lagi adalah muncullah nafsu untuk berebut
kekuasaan tanpa disertai etika sama sekali. Kepada bawahan diperas dan diinjak,
sementara terhadap atasan berlaku menjilat dan memuji berlebihan menjadi hiasan
mereka.
”Syariat
Islam adalah demokratis pada pokoknya, dan pada prinsipnya musuh bagi
absolutisme” (Stoddard, 1966: 119) Kata Vambrey,” Bukanlah Islam dan ajarannya
yang merusak bagian Barat Asia dan membawanya kepada keadaan yang menyedihkan
sekarang, akan tetapi ke-tanganbesi-an amir-amir kaum muslimin yang memegang
kendali pemerintahan yang telah menyeleweng dari jalan yang benar. Mereka
menggunakan pentakwilan ayat-ayat al-Quran sesuai dengan maksud-maksud despotis
mereka”.
b) Krisis dalam Bidang Keagamaan
Krisis
ini berpangkal dari suatu pendirian sementara ulama jumud (konservatif) yang
menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Untuk menghadapi berbagai
permasalahan kehidupan umat Islam cukup mengikuti pendapat dari para imam
mazhab. Dengan adanya pendirian tersebut mengakibatkan lahirnya sikap
memutlakkan semua pendapat imam-imam mujtahid, padahal pada hakekatnya
imam-imam tersebut masih tetap manusia biasa yang tak lepas dari kesalahan.
Kondisi
dunia Islam yang dipenuhi oleh ulama-ulama yang berkualitas dibuatnya redup dan
pudarnya nur Islam yang di abad-abad sebelumnya merupakan kekuatan yang mampu
menyinari akal pikiran umat manusia dengan terang benderang.
c) Krisis bidang Pendidikan
dan Ilmu Pengetahuan
Krisis
ini sesungguhnya hanya sekedar akibat dari adanya krisis dalam bidang sosial
politik dan bidang keagamaan. Pusat-pusat ilmu pengetahuan baik yang berupa
perpustakaan maupun lembaga-lembaga pendidikan diporak-porandakan dan dibakar
sampai punah tak berbekas. Akibatnya adalah dunia pendidikan tidak mendapatkan
ruang gerak yang memadai. Lembaga-lembaga pendidikan tinggi yang ada sama
sekali tidak memberikan ruang gerak kepada para mahasiswanya untuk melakukan
penelitian dan pengembangan ilmu. Kebebasan mimbar dan kebebasan akademik yang
menjadi ruh atau jantungnya pengembangan ilmu pengetahuan Islam satu persatu
surut dan sirna. Cordova dan Baghdad yang semula menjadi lambang pusat
peradaban dan ilmu pengetahuan beralih ke kota-kota besar Eropa.
C. Kebangkitan Kembali Dunia Baru Islam
Benih
pembaharuan dalam dunia Islam sesungguhnya telah muncul di sekitar abad XIII
Masehi, suatu masa yang pada waktu itu dunia Islam tengah mengalami kemunduran
dalam berbagai bidang dengan sangat drastisnya. Ditengah-tengah kemelut yang
melanda Baghdad disebabkan karena invasi yang dilakukan oleh tentara Mongol di
bawah komando Hulagu Khan.
Secara
umum, ada tiga periode dalam periodisasi yang diakui sejarawan, yakni masa
klasik (650-1250 M). Masa ini merupakan masa awal pertumbuhan serta
perkembangan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Sebagai pemimpin agam, saat
itu Rasulullah masih dalam masa dakwah dan penyebarluasan agama Islam, Islam
pertengahan (1250-1800 M) setelah beberapa abad umat Islam menguasai dunia, di
awal abad ke-13 kekuasaan Islam mulai terguncang. Banyak kerajaan-kerajaan
kecil yang mulai berani melakukan serangan-serangan karena merasa tidak lagi
diperhatikan dan ingin bebas dari kekuasaan kekhalifahan pada saat itu. Dan
puncak dari keruntuhan kekhalifahan Islam pada masa itu adalah kehancuran
Bagdad sebagai pusat pemerintahan oleh seragan Hulaghu khan (cucu Jengis Khan).
Ia adalah , serta modern (1800-sekarang). Periode ini merupakan zaman
kebangkitan umat Islam. Jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia Islam
akan kelemahannya dan menyadarkan umat Islam bahw di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Secara
garis besar umat Islam mengalami kemunduran dikarenakan kurang memperhatikan
pelaksanaan ajaran agamanya dan dominasi Negara-negara barat dalam bidang
politik dan peradaban.
Pada
akhirnya makna yang terkandung dalam makalah ini adalah, bahwa sebagai umat
Islam patut berbangga diri telah mendapat hidayah dan takdir dilahirkan sebagai
umat Islam. Sedemikian hebatnya kejayaan Islam dimasa lampau mulai dari
kebudayaan, ilmu pengetahuan hingga sistem pemerintahan yang sudah tertata rapi
dan mempunyai sistem pemerintahan yang demokratis.
Isi
Al-Quran yang demikian berarti bagi kehidupan manusia, sebagai tuntunan dunia
akhirat telah mengatur aturan-aturan main dalam menjalankan tugasnya manusia di
bumi ini untuk selalu melakukan kebaikan dan ibadah yang semata-mata dilakukan
karena ingin mendapat Ridha-Nya.
B. Saran
Oleh
karena itu, kita sebagai umat Islam yang menjalani ajaran Allah SWT dan
meneladani sunnah Rasul-Nya hendaknya kita semua sebagai umat Islam wajib untuk
melaksanakan kewajiban dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebab, para pendahulu
kita telah berjuang untuk kemajuan agama Islam walaupun pada saat itu pula
Islam mengalami kemunduran dan pada akhirnya Islam mengalami kebangkitan.
0 komentar:
Posting Komentar